Salah satu kenikmatan
backpacking adalah perjalanan darat yang tidak jarang bisa ditempuh
berhari-hari. Sepanjang perjalanan kita akan disuguhi landscape yang beragam,
aktivitas-aktivitas orang setempat yang sangat menarik untuk diamati ataupun
kenampakan sosial budaya masyarakat yang tergambar dari bangunan rumah, tempat
ibadah dan sarana umum seperti pasar, deretan pertokoan dll.Setiap petjalanan
darat selalu membawa cerita tersendiri tapi belum tentu membawa kesan
kenyamanan. Tidak jarang begitu sampai ditujuan kita merasa terbebas dari journey from the hell.
Wanita Penjual Bunga Lotus di Kamboja. Di Kamboja Biji Bunga Lotus Lazim dan Populer Dikonsumsi Sebagai Camilan
Berbicara mengenai
kenyamanan transportasi, saya harus mengacungkan keempat jempol (plus
jempol-jempol kaki) kepada negara-negara tetangga kita seperti Singapore,
Malaysia dan Thailand. Jaringan transportasi di ketiga negara tersebut
terintegrasi dengan baik, nyaman, teratur dan memudahkan turis-turis yang
berkunjung.Sebelum berangkat ke
Bangkok beberapa rekan mewanti-wanti agar tidak kaget terhadap kemacetan di
ibukota Thailand tersebut yang konon bahkan lebih parah dari Jakarta. Benar
saja, sepulang perjalanan dari kota tua Ayutthaya menuju kawasan backpacker soi
rambuttri saya terjebak dikemacetan yang mengular. Dalam waktu satu jam bus
hanya bergerak beberapa puluh meter. Kesemerawutan bertambah parah dengan
penumpang frustasi yang turun seenaknya. Yang lebih sial lagi, jalanan tempat
saya terjebak macet adalah kawasan sekolah-sekolah dan saat itu bersamaan
dengan jam pulang siswa sekolahan. Saya harus secepatnya sampai soi rambuttri
untuk mengambil backpack yang telah dititipkan ke rekan yang akan kembali ke
Indonesia keesokan harinya, dan mengejar penerbangan ke Chiang Mai yang
dijadwalkan berangkat dari Bandara Suvarnabhumi, Bangkok pada pukul 7 malam. Selain
itu Saya juga berencana mendrop backpack di jasa penitipan barang hostel karena
rasanya kok males ya bwa backpacking berat-berat ke tempat yang hanya 2 hari
dikunjungi. Ribet kan urusan gono-gini yang harus diurus sebelum terbang ke
Chiang Mai?. Keribetan itu diperparah dengan saya yang ngaret sampai ke hostel
soi Rambuttri. Jarum jam hampir menunjukan angka 5 saat saya tiba. Selesai urus
ini itu, saya putar otak bagaimana caranya sampai Bandara Suvarnabhumi dalam
waktu 1 jam agar bisa check in. Menggunakan Bus airport ataupun minivan yang
ditawarkan hostel tidak mungkin mengingat kemacetan yang parah karena dalam
kondisi normal saja membutuhkan waktu 1 jam untuk mencapai airport. Alternatif
terbaik adalah menggunakan BTS dan MRT yang terkoneksi dengan Airport Rail Link
(ARL). Tapi masalahnya kawasan Rambuttri Road tidak terkoneksi dengan jaringan
BTS maupun MRT. Menyikapi ini, PemerintahThailand tidak kehilangan akal. Mereka
berusaha mengoptimalkan keberadaan sungai Chao Phraya sebagai prasarana
transportasi yang tekoneksi dengan jaringan BTS dan MRT yang ada. Pemerintah
Thailand menyediakan perahu transportasi umum yang disebut Chao Phraya River
Ferry maupun untuk wisatawan atau Chao Phraya Tourist Boat dan beroperasi 18
jam sehari serta membangun Pier (semacam port tempat manaik turunkan penumpang
perahu) yang lokasinya berdekatan dengan stasiun BTS ataupun MRT. Sungguh
langkah cerdik dalam mengantisipasi nasalah kemacetan di Bangkok dengan
menyediakan sarana transportasi yang bebas macet, modern, nyaman, terintegrasi
serta menjangkau setiap penjuru kota Bangkok. Saya pun dapat sampai bandara
Suvarnabhumi tepat waktu ditambah pengalaman menaiki berbagai moda transportasi
di Kota Bangkok mulai dari Chao Phraya river boat, BTS, MRT sampai ARL.
Pier (Dermaga Penyebrangan) Ferry dan Tourist Boat Sungai Chao Phraya, Bangkok dibangun Berdekatan dengan Lokasi Objek Wisata ataupun Stasion BTS
Chao Phraya Tourist Boat Lengkap Dengan Pemandu yang Menjelaskan Objek-objek Wisata Sepanjang Sungai Chao Phraya, Bangkok
Perjalanan darat jauh
terkadang mengharuskan kita untuk berganti kendaraan atau moda transportasi
yang berbeda. Untuk memudahkan, para backpacker selalu memilih alternatif
membeli tiket ke travel agent lokal. Jadi kita tinggal pilih saja kota tujuan.
Selebihnya masalah berapa kali harus tukar bus atau disambung dengan fery dan
kereta api itu pihak travel agent dan rekanan travel agent atau perusahaan transportasi
di kota-kota yang ditransiti akan mengatur. Namun permasalahannya kadang pihak
travel agent tidak profesional dalam menanganinya. Saat menggunakan Bus dari
Pelabuhan Gilimanuk, Bali ke Bima, Nusa Tenggara Barat saya mengalami
pengalaman serupa. Saat naik si Abang kernet menjanjikan “tidak ada oper-operan
Bus. Bus langsung ke Bima”. Namun entah karena alasan apa, baru sampai di
Terminal Mandalika, Lombok tiba-tiba seorang pria berteriak-teriak “ayo
oper-oper. Sini biar tasnya saya yang bawa”. Sambil terheran-heran saya
bertanya “Lho bukannya tadi Abang kernetnya bilang tidak ada oper-operan ya?”.
Pria tersebut hanya menimpali “ Ayo cepetan saja, Pool busnya ada di luar
terminal. Bus ke Bima Soalnya mau berangkat”. Sambil menggerundel saya mencari
sopir serta kernet Bus, namun nihil. Kedongkolan tidak sampai sana, pria yang
berteriak-teriak tadi, tanpa minta persetujuan langsung menaikan backpack dan
menyuruh naik motornya. Saya pikir sudahlah, mungkin ini jasa antar dari pihak
bus. Hitung-hitung kompensasi saya pikir. Namun alangkah kagetnya saat pria itu
menagih sejumlah nominal yang tidak wajar begitu sampai tempat pool busnya.
Padahal jaraknya hanya beberapa ratus meter. Dengan keras saya menolaknya.
Tidak kalah keras pria tersebut berkata hal itu wajar kemudian mencoba
menurunkan harga atas “jasanya”. Saya pikir, keterlaluan. Pemalakan merupakan
hal wajar disini. Rupanya kesialan tidak berhenti disana. Beberapa saat
kemudian seorang pria bertampang dan berperawakan laiknya tukang pukul menghampiri
sambil membawa semacam catatan checklist. “ke Bima de?” tanya dia. “iya Bang”
jawabku malas-malasan. “Coba saya lihat tiketnya!’. Beberapa saat setelah
menerima dan memperhatikan tiket bus yang saya berikan, pria tukang pukul itu langsung mengganti tiket yang saya pegang
dan sambil menyodorkan tiket baru dia bilang “dua puluh ribu buat makan. Tiketnya
tidak termasuk makan!”. “lah bukannya saya tidak harus bayar apa-apa
lagi?”Protes saya. “Iya, Tapi tiketmu ini berbeda. Tiket yang kamu pegang tidak
termasuk makan.” Iseng-iseng saya berusaha menawar “ Sepuluh Ribu saja deh
bang!”. Seketika nada bicara Pria tukang Pukul itu mengeras dan membentak “Hey,
Ini buat makan kamu-kamu juga”. Berat hati saya terpaksa menyerahkan lembaran
dua puluh ribu rupiah dari dompet. Beberapa saat kemudian bahkan ada seorang
penumpang yang menurut saya di perlakukan secara tidak manusiawi. Penumpang
tersebut dibentak-bentak dengan makian kasar sampai di dorong-dorong. Penumpang
lain juga tidak bisa berbuat apa-apa mengingat yang berulah kali ini tidak
hanya pria tukang pukul tadi tapi juga rekan-rekannya. Belakangan diketahui
kalau penumpang malang tersebut adalah penumpang dari calo tiket lain. Si Pria
tukang pukul yang juga calo tidak terima karena merasa kalau bus ini adalah hak
penumpang dia dan jatahnya sudah disesuaikan dengan kapasitas bus. Selain itu, calo-calo tersebut juga merupakan
preman di terminal mandalika. Pantas saja pikir saya. Dari sana terselip
keprihatinan bagaimana kalau ada turis asing yang menyaksikan semua ini.
Mungkin meraka akan berpikir indonesia as
a beautiful country with lack inhabitant behaviour. Sia-sia citra positif
yang coba dibangun dunia pariwisata indonesia dalam mengejar ketertinggalan
dengan sesama tetangga Asia Tenggara lainnya kalau pihak akar rumput yang
terkait dan terlibat langsung dalam pelayanan pariwisata tidak menjunjung
tinggi attitude dan profesionalisme.
Walaupun dimanjakan
dengan pemandangan dan hal-hal yang bisa diamati selama perjalanan, terkadang
sebagai penumpang kita bosan. Pihak perusahaan bus rupanya menyadari hal ini
dengan menyediakan sarana hiburan untuk mengusir kebosanan penumpang.
Standarnya sih dengan memutar televisi maupun dvd player. Televisi dan DVD
player pada umumnya dipasang di bagian atas depan bus persis di samping kursi
supir. Sehingga semua penumpang bisa menikmatinya walupun lama kelamaan buat
leher pegal juga. Asyiknya, beberapa perusahaan bus di Malaysia dan Singapore
sudah melengkapi busnya dengan sebuah player yang berfungsi untuk main game,
mendengarkan musik serta menonton video selama perjalanan. Sebuah layar
dipasang di bagian belakang kursi sehingga penumpang bisa menikmati hiburan
tanpa harus mendongak dan bebas pegal tentunya.
Bus Singapore Dilengkapi Layar Untuk Menikmati Hiburan Disetiap Seatnya
Sumber : tulipnotes.blogspot.com
Mendengarkan musik dan
menyaksikan video musik juga merupakan hiburan yang biasa disediakan di dalam
bus. Jika bus-bus di Indonesia kebanyakan memutar lagu-lagu dangdut dan video
musik pertunjukan dangdut orkes dangdut daerah dengan biduanita sexy
berpakaian-maaf-atas turun bawah naik, tidak halnya dengan di Kamboja. Video
musik yang ditampilkan-sepertinya-musik pop lokal sana. Yang lucu konsep
videonya jadul banget dan membuat teringat dengan video-vedeo tembang lawas TVRI tahun
1980an. Salah satu video yang saya ingat menampilkan adegan cinta segitiga
antara seorang laki-laki dengan dua wanita (atau satu om-om dengan dua
tante-tante). Awal adegan si pria tengah bercengkrama di taman dengan wanita A
sambil pake acara selip-selipan bunga sepatu di telinga wanita A. Adegan
berganti Saat si Pria bertemu dan terpikat dengan Wanita B. Saat bercengkrama
dengan wanita B, rupanya si Wanita A memergoki mereka. Sadar akan hal itu, si
pria mencoba mengejar wanita A. Terjadilah adegan kejar-kejaran antara si pria
yang teriak-teriak dan wanita A yang menangis. Dan semua adegan itu bersetting
di taman yang sama.Hasilnya saya benar-benar terhibur dan ngakak-ngakak sendiri
selama perjalanan tersebut.
Bus Kamboja Dengan Fasilitas Entertainment Video Musik Tembang Lawas "TVRI 80an"